Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti

Serang – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, Senin (30/1/2023), menyebut bahwa terjadi penurunan drastis angka kematian bayi (AKB) dalam 20 tahun terakhir di Provinsi Banten.

Berdasarkan rilis Long Form Sensus Penduduk 2020 BPS Provinsi Banten, dari 66 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup pada Sensus Penduduk 2000 turun menjadi 14 per 1000 kelahiran hidup.

Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, Ati Pramudji Hastuti mengatakan, penurunan AKB merupakan hasil dari program penguatan penggunaan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Di mana, program itu merupakan salah satu upaya pemerintah pusat dalam menurunkan angka kematian ibu dan angka kematiam bayi (AKI AKB) di Indonesia khusunya di Provinsi Banten.

Oleh karena itu, sangat penting pengisian buku KIA oleh tenaga kesehatan (nakes) baik di tingkat Posyandu, Puskesmas dan rumah sakit. “Dengan buku itu, nakes juga bisa mengontrol kondisi kesehatan pasien baik ibu hamil maupun anak pra sekolah,” kata Ati.

Lebih lanjut, dikatakan Ati, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten terus berupaya meningkatkan layanan dasar kesehatan, khususnya kesehatan ibu hamil dan bayi. Untuk itu, kemampuan nakes baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota perlu ditingkatkan. Untuk itu, penggunaan buku KIA sangat penting dalam memantau kesehatan calon ibu dan bahkan setelah persalinan.

“Jadi buku KIA itu adalah dimana berisikan status dari pada pasien ibu hamil dan anak yang mulai dari kandung sampai dengan anak dilahirkan usia di bawah tiga tahun. Di mana status dari diri sampai status kesehatan dan upaya dilakukan mulai dari upaya promotif itu konseling penyuluhan sampai dengan pencegahan dan pengobatan,” katanya.

Ati menjelaskan, buku KIA itu bisa menggambarkan kondisi kesehatan si ibu, bahkan bisa memprediksi proses persalinan apakah dilakukan secara normal atau cesar, bermasalah atau tidak. “(Kondisi pasien) itu bisa digambarkan (dalam) buku KIA,” jelasnya.

Ati menilai, tujuan utama penggunaan buku KIA adalah untuk menurunkan AKI dan AKB. Berdasarkan informasi, AKI di Provinsi Banten pada 2021 mencapai 98 kasus. Sedangkan AKA mencapai 125 kasus di tahun yang sama.

Sementara, Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi Banten Heri Purnomo mengatakan, sebagai daerah yang belum lama berdiri, Provinsi Banten belum memiliki data series kependudukan yang panjang. Oleh karena itu, parameter pendataan penduduk baru dilakukan pada tahun 2000.

Hasil Long Form SP 2020 yang dilakukan oleh BPS menunjukkan angka fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) di Provinsi Banten mengalami penurunan yang cukup tajam. Pada tahun 2000 tercatat angka fertilitas sebesar 2,72 turun 2,01 poin pada long form SP2020. Artinya saat ini hanya sekitar 2 anak yang dilahirkan wanita selama masa reproduksinya. “Angka itu sudah di bawah target RPJMN dan SDGs,” pungkasnya.

Dijelaskan, untuk Angka Kelahiran Menurut Kelompok Umur (ASFR) dalam lima puluh tahun terakhir terjadi penurunan fertilitas remaja (ASFR 15- 19) yang cukup tajam, yaitu dari 48 hasil SP 2000 hingga 18,20 hasil LF SP2020. “Pola ASFR berbentuk U terbalik. Puncak ASFR Provinsi Banten terletak pada wanita umur 25-29 tahun,” katanya.

Kemudian, terkait dengan angka kematian penduduk usia dini di Provinsi Banten dalam 10 tahun terakhir terdapat 14 kematian bayi untuk usia di bawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup. Lalu 2 -3 kematian anak berusia 1 -4 tahun per 1000 anak. “Setiap 1000 balita Provinsi Banten, 16 -17 balita di antaranya tidak akan berhasil mencapai umur tepat lima tahun,” imbuhnya.

Dikatakan Heri, salah satu tantangan dalam pemenuhan target SDGs adalah isu ketersediaan data dengan disagregasi hanya tersedia di tingkat tertentu. Maka dari itu, Long Form SP2020 menjawab kebutuhan data hingga level yang lebih rendah. (Adv)