Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala), melakukan aksi unjukrasa menagih janji politik empat tahun kepemimpinan Wahidin Halim (WH) dan Andika Hazrumy dalam memimpin Provinsi Banten. Foto: Ist

Serang – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala), melakukan aksi unjukrasa menagih janji politik empat tahun kepemimpinan Wahidin Halim (WH) dan Andika Hazrumy dalam memimpin Provinsi Banten.

Dalam aksinya, mahasiswa yang berasal dari Banten Selatan itu membawa poster yang bertuliskan tuntutan dan kecaman kepada Gubernur Banten dan Wakil Gubernur Banten. Selain itu, mereka juga menuntut Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) ikut bertanggungjawab kekacauan pengelolaan diinternal Pemprov Banten.

Ketua Perwakilan (PW) Kumala Serang, Misbah mengatakan, polemik besar yang merugikan masyarakat kerap terjadi di Pemprov Banten. Hal itu dinilai karena perencanaan pembanguan kurang baik. Menurutnya, Gubernur Banten wajib mengevaluasi kinerja dari Sekda Banten. Agar, kekisruhan di Pemprov Banten tidak terualng kembali. Seperti halnya ketelatan transfer Dana Bagi Hasil Pajak (DBH) terhadap Pmerintah Kabupaten dan Kota yang berdampak pada pembangunan disejumlah daerah.

“Penegasan, evaluasi kinerja Sekda dan menindak tegas jangan sampai terulang kembali. Bagaimana tindakan Gubernur Banten sebagai pucuk pimpinan tertinggi. Terlepas dari Gubernur Banten atas tindakan pencopotan, dikembalikan kepada pemimpin yang harus mempertanggungjawabkan persoalan hal yang sifatnya sakral,” katanya saat diwawancara usai aksi, di lampu merah Ciceri, Kota Serang, Kamis 8 April 2021.

Disisi lain, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten lalai dan gagap dalam penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021. Hal itu dipicu oleh keputusan pinjaman daerah yang diajukan Gubernur Banten kepada PT. SMI dalam rangka pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pemprov dinilai terlalu percaya diri dana pinjam tahap II itu tanpa bunga. Padahal, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 179 tahun 2020 telah dikeluarkan pada bulan November 2020 sebagai dasar pinjaman daerah.

Akan tetapi, Pemprov memaksakan pinjaman daerah bagian dari sumber APBD tahun 2021 dan disahkan pada bulan Desember 2020 bersama DPRD Banten. Sehingga pada perjalannya, dana pinjam menjadi buah simalakama karena diwajibkan membayar bunga 6 persen. Akibatnya saat ini, Pemprov kebingungan untuk melanjutkan dana pinjam itu. “Bunga dari Rp4,1 triliun dengan bunga 6 persen menjadi beban yang harus dibayarkan masyarakat. Artinya pemprov Banten lalai dan gagap terkait dengan pembuatan APBD 2021 kawan-kawan,” ujarnya.

Atas polemik itu, mahasiswa menuding Pemprov Banten tidak jeli dalam menganalisa kebijakan dan regulasi yang berlaku. Hingga akhirnya, sejumlah pembangunan prioritas di tahun anggaran 2021 terancam tidak tercapai.

“Lalu pada 2021, Banten kembali minjam lagi Rp4,1 triliun. Tapi ternyata setelah ada PMK (nomor 179 tahun 2020) itu dan ada bunga dari Rp4,1 triliun itu menjadi pembahasan kemabli. Apakah gubernur tidak tahu atas kebijakan pusat?,” tegasnya.

Selain itu, mereka juga menyoroti janji WH dan Andika tentang berobat gratis hanya menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tapi nyatanya hal itu dianggap hanya sebuah dongen. “Berobat gratis KTP nyatanya belum terbukti. Janji politik WH-Andika dilalaikan. Kalau Pemprov tidak melaksanakan itu, mereka gagal dalam memimpin,” tegasnya.

Belum lagi terkait insfratuktur di wilayah Kabupaten Lebak yang masih memprihatinkan. Ditambah, janji pembangunan sekolah dan ruang kelas masih belum terkabulkan sepenuhnya hingga saat ini. “Gubernur akan membangun 128 tambahan bangunan baru, lalu akan membangun 2016 kelas baru, tapi nyatanya Pemprov hanya membangun 36. Artinya selama 4 tahun kemana sebetulnya,” katanya. (Pik/Red)