Aliansi Mahasiswa Doktor Indonesia (AMDI) 2018 menggelar rapat akbar melalui zoom meeting terkait protes kepada pemerintah yang tidak lagi memberikan bantuan bagi para dosen berperestasi yang tengah menempuh pendidikan Doktor, Kamis (13/8/2020). Rapat akbar itu diikuti mereka yang sedang menempuh studi doktoral dari PTN/PTS di seluruh Indonesia.

Rapat akbar itu turut menyoal tentang keberpihakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendimkbud) yang dinilai acuh terhadap nasib mereka, terutama terkait dengan biaya pendidikan menempuh studi doktoralnya.

Dalam siaran pers yang salinannya diberikan kepada sigmainteraktif.com pada (14/8/20) mengungkapkan jika ada ratusan dosen yang sedang menempuh pendidikan doktor angkatan 2018 terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan karena tidak ada biaya.

Muharam Yamlean Ketua AMDI memaparkan, kini ratusan dosen sedang menempuh pendidikan doktor angkatan 2018 terancam tidak bisa melanjutkan pendidikan karena tidak ada biaya. Menurutnya, biaya pendidikan bagi dosen untuk melanjutkan pendidikan doktor, lazimnya disediakan pemerintah sebagai bagian dari tanggung jawab peningkatan mutu SDM (Undang-Undang 12 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).

“Namun hal itu tidak berlaku pada tahun 2018. Khusus angkatan 2018, pemerintah tidak memberikan beasiswa bagi dosen,” cetusnya.

Protes itu sudah muncul ketika terjadi pertemuan Kemendikbud dengan perwakilan AMDI di Gedung Kemendikbud, Jakarta (12/12/2019). Pihak Kemendikbud diwakili oleh Prof Dr Ir Anondho Wijanarko, M.Eng, Sekretaris Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dan Anang Kusuma selaku Pranata Humas Ahli Pertama Kemendikbud.

“Saat itu kami sudah mengusulkan agar Kemendikbud menganggarkan beasiswa on-going bagi mahasiswa doktor 2018, namun belum terealisasi sampai sekarang. Dukungan dari Komisi X DPR RI agar Kemendikbud segera menyelesaikan masalah anggaran beasiswa, juga sepertinya tidak mendapat respon dari Kemendikbud,” katanya.

Muharam mengatakan, rencana pemerintah memberikan hanya bantuan SPP selama 2 kali lewat LPDP bukan solusi. Selain hanya memberikan kepada sedikit calon penerima, bantuan SPP juga dianggap tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidikan doktor hingga selesai.

“Karena bantuan itu tidak mencantumkan komponen biaya hidup, buku, riset, transportasi, mustahil kegiatan pendidikan dapat dilanjutkan. Padahal, dosen yang melanjutkan pendidikan doktor telah melepaskan semua fasilitas dan tunjangan yang didapatkan saat menjadi dosen,” lanjutnya.

“Karena itu, kami dosen yang sedang menempuh pendidikan Doktor Angkatan 2018 lewat Rapat Akbar pada 13 Agustus 2020 ini, meminta kepada Mas Menteri, Nadiem Makarim, untuk segera memberikan bantuan beasiswa on-going yang layak,” ujarnya.

Senada dengan Koordinator AMDI Universitas Airlangga Surabaya, Roza Mulyadi, Mahasiswa S3 yang juga Dosen aktif di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ini menyatakan keprihatinannya melihat kondisi rekan seperjuangannya, “Saya turut prihatin dengan kondisi kawan-kawan yang lagi mengambil S3 saat ini, sudah dipastikan akan banyak mahasiswa yang mengambil cuti atau tidak lanjut akibat tidak ada biaya dan bantuan dari pemerintah, karena angkatan 2018 tidak diberlakukan sama dengan angkatan sebelumnya,” jelasnya.

AMDI juga merasa kecewa telebih pada satu tahun yang lalu, Presiden Joko Widodo pada Pidato Kenegaraan menyambut Hut RI ke-74 di Gedung Nusantara menggemakan tag line strategi pembangunan Indonesia yang sangat indah.

Jokowi mengumandangkan ‘SDM Unggul, Indonesia Maju’ dan pada kesempatan itu pula, Presiden mengatakan bahwa tantangan Indonesia dapat dijawab dengan menyiapkan SDM yang unggul, sehingga Indonesia dapat melakukan lompatan-lompatan kemajuan.

Kini AMDI kembali ingin menyongsong pidato Presiden menyambut Hut RI ke-75, sebab SDM Unggul hingga kini belum terlihat realisasinya, khususnya bagi peningkatan mutu dosen lewat pemberian beasiswa yang memadai. (Rilis/Rz)