Serang – Gubernur Banten Rano Karno menyatakan kesiapannya jika dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan kasus suap untuk memuluskan rencana pembentukan Bank Daerah Banten yang melibatkan pimpinan DPRD dan Dirut PT Banten Global Development (BGD). “Sebagai pemegang saham di PT BGD, jika KPK memerlukan keterangan Saya siap diperiksa,” ujar Rano Rabu, 2 Desember 2015.

Menurut Rano, sebagai Gubernur dirinya merasa kecewa atas kejadian tersebut. “Kita sama sama tahu bagaimana situasi dan konsisi Banten, kenapa tidak belajar dari pengalaman,” katanya.

Rano mengaku akan tetap melanjutkan pembentukan Bank Banten karena pendirian bank daerah banten merupakan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang telah menjadi peraturan daerah (Perda). “Bank Banten itu bukan keinginan saya pribadi sebagai gubernur, tapi amanat RPJMD, jadi siapapun gubernurnya harus mewujudkan bank banten. Tapi kalau mau dibatalkan dicabut dulu perdanya,” tegas Rano.

Ketua DPRD Provinsi Banten Asep Rahmatullah juga mengaku siap jika dipanggil penyidik KPK untuk dimintai keterangan. Dirinya mengaku bahwa tindakan yang dilakukan dua pimpinan DPRD Banten yakni Wakil Ketua DPRD Banten dari Fraksi Golkar SM Hartono dan Ketua Badan Anggaran Tri Satriya Santosa tidak pernah berkordinasi dengan dirinya. “Jika dimintai keterangan, tentu saya akan datang,” katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini memastikan, partainya tidak akan memberikan bantuan hyukum terhadap kadernya yang tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi. “Kalau sikap PDI Perjuangan sudah jelas akan langsung memecat tanpa memberi bantuan hukum,” katanya.

Asep Rahmatullah mengancam akan menghentikan seluruh proses pembentukan Bank Banten. Menurutnya, jika hasil penyelidikan KPK menyatakan pembentukkan Bank Banten memang menyalahi aturan hukum dan terbukti telah terjadi merugikan keuangan negara, maka PT Banten Global Development (BGD) sebagai BUMD Banten akan dibubarkan. “Jika ada penyimpangan, maka BGD akan saya bubarkan,” tegasnya.

Untuk diketahui, pembentukan Bank Banten tersebut tertuang dalam Perda No. 4 tahun 2012 Tentang RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012 a�� 2017 dan Perda No. 5 Tahun 2013 Tentang Pembentukan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten. Sesuai rencana penyertaan modal pembentukan Bank Banten dibutuhkan Rp 950 miliar. Nilai ini dialokasikan secara bertahap.

Suntikan dana penyertaan modal pertama kali pada 2013 sebesar Rp 315 miliar. Pada 2014, proses pembentukan bank tersebut mandeg karena ada temuan BPK terkait penyertaan modal tersebut. Awalnya pada tahun 2014 dialokasikan Rp 250 miliar. Namun, kemudian anggaran Rp 250 miliar pada APBD murni tahun 2014 yang dititipkan pada BGD itu pada perubahan APBD 2014 dialihkan untuk tambahan belanja.

Baru kemudian pada 2015 tepatnya pada APBD perubahan pembentukan bank tersebut kembali dikebut. Pemprov Banten pun menggelontorkan dana Rp 250 miliar. Terakhir, DPRD mengesahkan Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang APBD Banten tahun 2016 menjadi peraturan daerah (Perda) APBD 2016 dengan nilai Rp 8,9 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar Rp 350 miliar di antaranya dialokasikan penambahan penyertaan modal untuk akuisisi Bank Banten. (Sie/Rmd)