Kepala Bapenda Provinsi Banten H. Opar Sohari

Serang – Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten, Opar Sohari mendukung Kejaksaan Tinggi untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi pembelian lahan Samsat Malingping. Opar menegaskan, meski dirinya sebagai Kepala Bapenda dan Pengguna Anggaran (PA) dalam proyek tersebut, namun dia memastikan tidak pernah mengetahui kasus yang menjerat Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pengelola Pendapatan Daerah (UPTD PPD) Malingping.

Opar Juga mejelaskan bahwa dirinya merasa terkejut dan tidak pernah mengetahui bahwa SMD selaku Kepala UPTD PPD Malingping telah merencanakan dan melakukan jual beli untuk kepentingan pribadi dan tanpa sepengetahuan atasan dalam pembelian lahan Samsat Malingping. “Kami dari Bapenda Provinsi Banten akan selalu siap memberi keterangan sebenar benarnya jika tim dari kejaksaan Negri Banten Membutuhkannya. Saya tidak tahu sama sekali, jika lahan yang dibebaskan itu sudah dibeli sebelumnya oleh saudara SMD, karena pembayaran lahan mengacu kepada dokumen, dan taksiran harga yang dilakukan oleh tim appraisal,” tegas Opar Sohari Senin, 26 April 2021. Opar.

Sementara Rohmat Hidayat, Aktivis Laskar Pasundan Indonesia (LPI) yang sejak awal mengawal kasus tersebut di Kejaksaan mengatakan, terkait ada dugaan perilaku corruption by design yang dilakukan oleh tersangka Kepala UPTD PPD Samsat Malingping, SMD, dalam kasus pembelian lahan untuk kantor Samsat Malingping yang disebut-sebut seluas 6.287 meter persegi, yang berlokasi di Jalan Baru, KM 3 Simpang-Beyeh, Desa Malingping Selatan adalah sepenuhnya tanggung jawab SMD.

“Hal pokok yang jadi masalah, SMD sebagai sekretaris tim juga berposisi penjual lahan yang ia beli dari Haji Uyi Sapuri, dibeli dari pemilik Rp100 ribu dan dijual ke pemerintah daerah Rp500 ribu per meter persegi. Atas hal tersebut Smd sudah merencanakan keuntungan Rp400 ribu dari jumlah lahan tersebut,” katanya.

Hal inilah, kata Rohmat, dianggap tindakan kurang patut mengingat SMD adalah sekretaris tim sembilan dan telah melakukan transaksi pada saat hampir bersamaan dengan pembebasan lahan, serta diduga sudah mengetahui posisi lahan yang sudah disurvey dan akan ditindaklanjuti pada pembelian oleh pemerintah berdasarkan hasil survey tim appraisal.

“Kalau data di saya, lahan punya Haji Uyi itu seluas 4.580 meter persegi, dan punya Cicih 1.707 meter persegi. Jadi total luas lahan 6.287 meter persegi, untuk memudahkan transaksi, Cicih pun disuruh Smd menjual lahannya ke H Uyi terlebih dahulu pada 13 Agustus 2019. Kalau ada isu luas lahan 6.400 meter persegi, itu cuma bisa-bisanya Samad aja,” ujar Rohmat Hidayat.

Rohmat menjelaskan, transaksi yang dilakukan antara pemilik dan tim appraisal (Pemerintah) itu dimungkinkan berlangsung setelah tim mendapatkan SK, “Tim itu mendapatkan SK resmi, yaitu pada 7 Oktober 2019. Nah dimungkinkan transaksi Smd dengan H Uyi ini setelah mendapat SK,” cetusnya.

Menurutnya, pihaknya pun bersama elemen mahasiswa di Lebak selatan sempat melakukan aksi unjuk rasa, “Awal Januri lalu kami sempat aksi unjuk rasa minta kepala UPT Samsat Dicopot karena diduga melakukan mark-up harga lahan,” katanya.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan kepala UPT Samsat Malingping inisial SMD sebagai tersangka dugaan perkara korupsi pengadaan lahan untuk gedung Samsat Malingping di Kabupaten Lebak. “Sudah gelar perkara dan sudah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan,” kata Kepala Kejati Banten Asep Nana Mulyana.

Modus tersangka melakukan aksinya, kata Asep, melalui kapasitas sebagai Sekretaris Panitia Pengadaan Lahan tersangka telah mengetahui bahwa terdapat lokasi yang akan dijadikan pembangunan UPTD Samsat Malingping. “Kemarin Rabu kami sudah menetapkan tersangka SMD yang tidak lain merupakan sekretaris tim panitia pengadaan lahan UPTD Samsat Malingping,” kata Asep. (Suh/Red)